artikel islam oleh Dadi M. Hasan Basri
Suatu ketika, Rasulullah
SAW bersabda, “Barangsiapa yang bersedekah, di surga nanti, ia akan
memiliki seperti yang ia sedekahkan.”
Abu Dahdah bertanya kepada
Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, aku memiliki dua kebun. Apabila salah
satunya kusedekahkan, apakah kelak aku akan memiliki kebun seperti itu
di surga?’
Rasulullah SAW menjawab, “Benar.”
Abu Dahdah kembali bertanya, “Apakah istri (Ummu Dahdah) dan anak-anakku juga akan bersamaku di surga?”
Rasulullah SAW menjawab, “Benar.”
Abu
Dahdah pun membulatkan tekadnya untuk menyedekahkan kebunnya yang
terbaik. Sesampainya di kebun itu, ia berjumpa dengan istri dan
anak-anaknya. Ia pun menegaskan kepada mereka, “Aku akan menyedekahkan
kebun ini. Dengan begitu, aku membeli kebun seperti ini di surga. Adapun
engkau, istriku, akan bersamaku dan seluruh anak kita.”
Tiba-tiba saja meneteslah air mata bahagia dari kedua pelupuk mata istrinya yang beriman itu.
Istri Abu Dahdah lalu berkata, “Semoga yang engkau jual dan beli diberkati Allah SWT, wahai suamiku.”
Istri
Abu Dahdah kemudian segera memanggil anak-anaknya dan meninggalkan
kebun itu karena sudah bukan milik mereka lagi. Akhirnya, kebun itu
menjadi milik umat Islam yang miskin.
Kisah diatas dikutip oleh al-Kalbi dalam tafsirnya saat menjelaskan surah al-Baqarah ayat 245,
“Barangsiapa
meminjami Allah dengan pinjamannya yang baik maka Allah melipatgandakan
ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki)
dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Kisah ini juga diriwayatkan
oleh Ali bin Abi Thalib. Kisah ini mengingatkan kita bahwa apa yang
tengah kita genggam sekarang ini, apa yang kita miliki kini, pada
hakikatnya tidaklah memiliki arti apa-apa bila tidak kita infakkan, bila
tidak kita sedekahkan di jalan Allah.
Harta yang diperhitungkan
oleh Allah untuk diberi balasan kenikmatan surga bukanlah harta yang
kita peroleh kemudian kita simpan, melainkan harta yang kita peroleh
dengan jalan yang halal kemudian kita infakkan (nafkahkan) dan kita
sedekahkan.
Abu Dahda, seorang sahabat Nabi, ketika mendengar bahwa
sedekah yang kita berikan akan diganti oleh Allah dengan ganti yang
setimpal, bahkan lebih, dengan segera menginfakkan salah satu dari dua
kebunnya, bahkan kebunnya yang terbaik. Ia berharap Allah akan
menggantinya dengan kebun serupa di surga kelak.
Kisah ini dapat
kita jadikan bahan renungan dan cerminan, apakah sudah seperti itu upaya
kita untuk mendapatkan hal yang sepadan di akhirat kelak dengan apa
yang kita infakkan di dunia ini. Apakah infak dan sedekah yang kita
keluarkan hanyalah serpihan-serpihan kecil atau remah-remah dari harta
kita yang tidak berarti dan tidak kita perhitungkan?
Seorang
teman pernah berseloroh, “Bila Anda merasa berat sewaktu berinfak dengan
sepuluh ribu rupiah, tetapi merasa ringan sewaktu berinfak dengan
seribu rupiah, seukuran itu pulalah kualitas Anda. Semakin ringan Anda
mengeluarkan infak dalam jumlah yang semakin besar dalam kemampuan Anda,
sebesar itu pulalah kualitas Anda.”
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman,”Berikan hartamu maka Aku akan memberi kepadamu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Karena
itu, jangan ragu-ragu untuk berinfak dan bersedekah. Biarkanlah diri
Anda memberi. Bila Anda melakukannya dengan ikhlas dan kerendahan hati,
banyak berkah Ilahi yang mengalir kepada Anda.
Tujuh manfaat bersedekah:
1. membebaskan dari kesulitan,
2. menyembuhkan penyakit,
3. memelihara harta benda,
4. meredakan murka Allah,
5. menarik cinta kasih manusia,
6. membuat hati yang keras menjadi lembut, dan
7. menambah keberkahan usia.
Dalam
sebuah pepatah dikatakan, “Sebaik-baik harta adalah yang kamu infakkan
(sedekahkan)dan sebaik-baik ilmu adalah yang memberimu guna.”